SKRIPSI KEEFEKTIFAN TEKNIK BERCERITA DALAM MEMAHAMI CERITA NARASI MURID KELAS V SD INPRES BORONG KAPALA


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Sala satu pembelajaran yang diharapkan dapat dikuasai oleh murid sekolah dasar, yaitu pembelajaran memahami cerita (narasi). Cerita merupakan karya sastra berbentuk prosa singkat padat dan unsur ceritanya berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah tokoh dan pengembangan perilaku terbatas pada keseluruhan cerita, serta memberikan kesan tunggal.
Memahami cerita atau narasi merupakan salah satu kompetensi di bidang kesastraan yang harus dikuasai oleh murid. Cerita atau narasi merupakan salah satu karya sastra yang banyak diminati dikalangan murid, khususnya murid sekolah dasar karena karya estetis yang bermakna. Keestetisannya itulah sehingga perlu diajarkan dan ditanamkan agar murid mampu menafsirkan dan memahami melalui kegiatan kegiatan apresiasi. Memahami cerita/narasi merupakan kegiatan apersepsi yang bertujuan mengauli cerita sehingga rasa peka terhadap karya sastra, khususnya cerita. Hal ini diharpkan agar siswa mampu memahami dan memberi makna terhadap cerita.
Sebuah cerita atau narasi di dalamnya terdapat misi yang diemban oleh penulis, yaitu pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan-pesan itu banyak berkaitan dengan perilaku dan tatanan kehidupan masyarakat, khususnya murid yang harus dibentuk perilakunya kearah yang lebih positif  untuk mencapai hal tersebut dapat dilakukan dengan melalui pembelajaran narasi di sekolah dasar.
Fenomena yang terlihat saat ini yaitu murid mempelajari cerita guna memahami tujuan pembelajaran. Dampaknya adalah murid tidak dapat menikmati nilai-nilai estetis yang terkandung dalam cerita. Padahal, cerita merupakan salah satu bentuk proses yang sering diajarkan di sekolah dasar. Akan tetapi, kemampuan murid mengapresiasi cerita masih minim. Hal ini dapat diamati melalui hasil penelitian Ramli (2006) yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa, khususnya memahami cerita masih kurang. Hal ini disebabkan oleh pembelajaran cerita saat ini sarat dibekali teori, tetapi bimbingan apresiasi dan menggaulnya masih kurang. Akhirnya, ketika murid diminta mengapresiasi dan menginterpretasi sebuah cerita untuk menemukan pesan yang terdapat di dalam tindak sesuai dengan harapan.
Berdasarkan uraian tersebut, kegiatan apresiasi cerita sangant penting disosialisasikan pada lingkungan pembelajaran sastra yang menggunaka bahasa sebagai medianya. Pembelajaran cerita di kelas menurut guru untuk selalu memancing dan memekarkan asosiasi setiap murid yang terlibat dalam proses apresiasi sehingga dapat berkembang dan mencapai hasil yang diinginkan. Keberlangsungan kegiatan memahami cerita di sekolah ditentukan oleh pengajar dan murid itu sendiri. Guru sebagai pembelajar harus mampu memberikan pemahaman kepada murid agar mudah memahami proses belajar di lingkungan sekolah dan di luar sekolah, utamanya pada kegiatan memahami cerita itu sendiri sebagai modal awal dalam kegiatan mengembangkan kemampuan siswa di bidang sastra. 
Adanya kesulitan-keulitan yang dialami oleh murid dalam memahami cerita tersebut diduga sebagai akibat pelaksanaan pembelajaran yang masih terikat dengan pengunaan strategi konvensional dalam pembelajaran. Dalam strategi itu, murid diperlakukan secara klasikal pada saat pembelajaran berlangsung.  Akibatnya, murid tidak mengetahui keterbatasan kemampuanya dalam setiap sajian materi pembelajaran. Selain itu, murid tidak mendapat kesempatan untuk saling berbagi pengalaman dan kemampuan antar sesama dalam proses pembelajaran.
Faktor lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya pemahaman murid adalah guru tidak  sepenuhnya melakukan  kegiatan  yang  mendukung proses pembelajaran pada saat pembelajaran  berlangsung. Dalam hal ini, ketergantungan guru terhadap penilaian hasil belajar  masih  tinggi . Sementara  itu,  penilaian proses belajar belum dilembagakan  secara  maksimal padahal, idealnya  adalah  ada keseimbangan antara penilaian proses dan  penilaian hasil dalam pembelajaran.  
Faktor-faktor di atas menuntut guru untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran memahami cerita. Dalam hal ini, diperlukan teknik yang tepat digunakan dalam pembelajaran murid pada aspek tersebut. Teknik pembelajaran yang memberi harapan bagi pemecahan masalah tersebut adalah teknik yang memiliki ciri adanya interaksi kelas dalam pembelajaran, baik interaksi antar siswa, maupun antara dan siswa.
Hal  tersebut  sejalan  dengan pendapat  bahwa   kegagalan   pengajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat dilihat dari beberapa  komponen  pengajaran, seperti  guru,   murid, kurikulum,  teknik mengajar  dan  bahan  pengajaran  (Hastuti 2000:1)  dengan  demikian  seorang  guru  yang  terampil  tentu  dapat memilih  teknik yang  cocok  dengan  materi  yang disajikan, seperti  teknik bercerita.
Penerapan teknik bercerita dapat mengatasi perbedaan minat belajar siswa. Penyajian teknik bercerita yang baik dapat menumbuhkan imajinasi dan merangsang kreativitas siswa dalam mengangkat pesan atau informasi yang disampaikan. Dengan demikian, dilibatkan dalam berinteraksi, sehingga kondisi yang tercipta tidak hanya komunikasi satu arah dari guru kesiswa, tetapi juga komunikasi timbal balik antara keduanya.
 Penerapan teknik bercerita dipandang perlu karena setiap pokok bahasan mata pelajaran bahsa Indonesia hampir selalu dihadapi dengan wacana. Kemudian informasi-informasi yang ada didalamnya dikembangkan oleh siswa berdasarkan konsep yang ada. Bercerita merupakan bentuk komunikasi dua arah yang di dalamnya terjadi pertukaran pikiran atau pendapat tentang suatu masalah yang dilaksanakan secara teratur dan terarah untuk mencapai tujuan tertentu.
Penerapan teknik bercerita dalam pengajaran bahasa Indonesia dapat memotivasi dan membantu siswa belajar berkomunikasi dengan lisan dengan bahasa yang baik dan benar. Murid dilatih agar mampu mengungkapkan pukiran dan perasaan pada setiap kegiatan berbicara. Dengan demikian, melalui penetapan teknik menceritakan yang efektif, diharapkan siswa dapat menguasai materi yang diajarkan.
Berdasarkan urian di atas, penulis terinspirasi melakukan penelitian dengan judul : Keefektifan Teknik Bercerita dalam Meningkatkan Kemampuan Memahami Cerita Narasi Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Hal ini dilakukan karena kemampuan murid sampai saat ini dalam memahami cerita atau narasi sulit terwujud disebabkan oleh teknik yang selama ini yang digunakan masi bersifat konvensional. Selain itu, penelitian yang relevan masih kurang, penelitian sebelumnya tentang teknik bercerita telah dilakukan oleh Ramli (2006) dengan judul: Keefektifak Teknik Bercerita dalam Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VI SDN Lipukasi Kabupaten Barru. Hasilnya menunjukkan bahwa teknik bercerita dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Mencermati penelitian tersebut yang hasilnya efektif memunculkan ide baru dalam meneliti kembali teknik yang sama dengan materi dan lokasi penelitian yang berbeda. Tujuanya adalah mengetahui secara pasti peran dan keefektipan teknik bercerita dalam pembelajaran memahami narasi sehingga dapat dijadikan sebagai teknik pembelajaran yang inovatif yang dapat membantu anak didik memahami materi.
B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah teknik bercerita efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng”.
C.           Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keefektifan teknik bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.


D.           Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik secara teoritis maupun praktis.
Secara teoritis, yaitu (1) sebagai informasi berharga tentang teknik bercerita yang dapat meningkatkan kemampuan murid dalam memahami  cerita,  (2) memberikan informasi tentang teknik bercerita yang dapat membangun semangat kelas dan dapat merangsang keaktifan belajar murid  dan memberikan informasi dan pengetahuan kepada guru tentang teknik bercerita efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.
Secara praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat langsung dirasakan manfaatnya dalam pembelajaran sastra khususnya memahami cerita di kelas. Selain itu, membantu guru yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran memahami narasi sehingga dapat menerapkan teknik bercerita. Selanjutnya, manfaat bagi peneliti ialah memperkaya pengetahuan, wawasan, dan pengalaman tentang teknik bercerita efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, dan dapat membandingkan prinsip-prinsip penerapan antara teknik yang berbeda dalam praktek pembelajaran apresiasi cerita di kela.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A.           Tinjauan Pustaka
Teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian ini adalah teknik pembelajaran, khususnya teknik bercerita yang masing-masing diangkat dari pustaka yang relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini dibahas tentang kefektifan teknik bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa keefektifan adalah keberhasilan pengaruh sebagai akibat dan perlakuan teknik dalam proses belajar mengajar, umtuk. Untuk menunjukkan keberhasilan pembelajaran ini, dapat dipaparkan tentang konsep keefektifan bercerita, teknik bercerita, dan kerangka narasi. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan berikut ini.
1.             Pengertian Keefektifan Bercerita
Keefektifan berasal dari kata efektif yang mendapat imbuhan ke-an. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektif berarti (1) ada. Efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil guna. Keefektifan berarti (1) keadaan berpengaruh, hal yang berkesan (2) keberhasilan usaha atau tindakan (Depdikbud, 2002:284).
Dalam penelitian ini dikaji keefektifan sebuah metode pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dimaksud adalah metode  demonstrasi  Shadly (1980:33) mengartikan keefektifan yaitu keberhasilan pengaruh sebagai akibat perlakuan media dalam proses belajar mengajar.
Berdasrkan kedua pengerin di atas, dapat dinyatakan  bahwa  keefektifan adalah hasil yang lebih baik atau pengaruh positif sebagai pengaruh perlakuan, usaha, atau tindakan yang diberikan.
2.             Teknik Pembelajaran
Sudjana. (1995:76) mengemukakan bahwa teknik belajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa teknik merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan dikehendaki. Jadi, sebuah teknik merupakan usaha untuk melakukan suatu pekerjaan yang melibatkan unsur pengetahuan dan keterampilan dalam rangka menghasilkan dalam sebuah keputusan mengenai suatu yang lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Djamrah dan Zain (2002:85) mengemukakan bahwa teknik adalah salah satu alat untuk  mencapai  tujuan.  Dengan   memanfaatkan  teknik   secara  akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran. Teknik adalah pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Kridalaksana (1993:136) mengemukakan bahwa teknik adalah cara mendekati,  mengamati,  menganalisis dan menjelaskan suatu fenomena.
Menurut Saliwangi (1989:45). Teknik adalah cara-cara mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem tertentu. Hakikat teknik pengajaran bahasa Indonesia sesungguhnya tidak lain dari persoalan pemilihan bahan yang akan diajarkan, penentuan cara-cara penyajiannya dan cara mengevaluasi atau dengan perkataan lain bahwa teknik pengajaran bahasa Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor yang semuannya diorentasikan pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (1983:13), teknik ialah cara yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Cara yang sistematik ini merupakan bentuk konkret penerapan petunjuk-petunjuk umum pengajaran pada proses pengajaran tertentu.
3.             Bercerita
a.             Teknik Bercerita
Bercerita merupakan menggambarkan secara kronologis suatu kejadian atau peristiwa, baik berdasarkan urutan waktu maupun tempat. Bercerita merupakan narasi atau cerita tentang peristiwa masa lampau yang telah dialami oleh tokoh tertentu yang meninggalkan bekas dan pesan yang bermakna. Cerita dapat berisi tentang pengalaman yang menggembirakan, mengharukan, menyenangkan, ,menyedihkan dan sebagainya. Cerita juga dapat berwujud dongen dan cerita tentang binatang dan sebagainya.
Bercerita memiliki tujuan, fungsi dan manfaat. Tujuan bercerita bagi anak, yaitu agar anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, anak dapat bertanya apabila tidak memahaminya, anak dapat menjawab pertanyaan. Selanjutnya, anak dapat menceritakan dan mengekspresikan kembali terhadap apa yang didengarkan dan diceritakannya (Tampubulon, 1991:10).
Fungsi bercerita, yaitu menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam  mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita, yaitu membantu kemampuan bercerita, dengan menambah perbendaharaan kosakata, kemampuan mengungkapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya. Selanjutnya, anak dapat mengekspresikannya melalui bernyanyi, bersyair, menulis atau mengambar sehingga pada akhirnya anak mampu membaca situasi.
Teknik bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar anak-anak SD dengan menambahkan cerita secara lisan. Cerita yang membawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak.
Ada beberapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan antara lain, guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi dari gambar, mengunakan papan flanel, bermain perang dalam suatu cerita.
Teknik bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar anak-anak dengan membawakan cerita secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak. Teknik bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran. Teknik bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau menjelaskan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kopetensi dasar anak.
Manfaat teknik bercerita menurut Tampubulon (dalam Diheni, 2006:68) yaitu:
1)       Melatih daya serap anak, artinya anak dapat dirangsang untuk mampu memahami isi atau ide pokok dalam cerita secara keseluruhan.
2)       Melatih daya pikir anak. Untuk melatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan sebab-akibatnya.
3)       Melatih daya konsentrasi anak. Untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita karena dengan pemusatan perhatian tersebut anak dapat melihat hubungan bagian-bagian cerita sekaligus menangkap ide pokok dalam cerita.
4)       Mengembangkan daya imajinasi anak.
5)       Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Ada beberapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan antara lain, guru dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi dari gambar, mengunakan papan flanel, bermain perang dalam suatu cerita.
Adapun teknik bercerita yang dapat digunakan adalah:
1)       Membaca langsung dari buku cerita
Teknik bercerita dengan membaca langsung itu sangat bangus, bila guru mempunyai puisi atau prosa yang sesuai untuk membacakan kepada anak SD. Ukuran kebagusan puisi atau prosa itu terutama ditekankan pada pesan-pesan yang disampaikan yang dapat ditangkap oleh anak.
2)       Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku
Bila cerita yang disampaikan pada nak terlalu panjang dan terinci dengan menambahkan ilustrasi gambar dari buku ysng dapat dapat menarik perhatian anak, maka teknik bercerita itu akan berfungsi dengan baik. Penggunaan ilustrasi gambar dalam bercerita dimaksudkan untuk memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengikat perhatian anak pada jalannya cerita.
3)  Menceritakan dongeng
Cerita dongeng merupakan bentuk kesenian yang paling lama, mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi kegenarasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kebajikan kepada anak didik.
4)  Bercerita dengan menggunakan papan flanel
Guru dapat membuat papan flanel dengan melapisi seluas papan dengan kain flanel yang berwarna netral yang berupa gambar tokoh-tokoh yang mewakili perwatakan dalam cerita.
5)  Dramatisasi suatu cerita
Guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat universal.
b.             Rancangan Bercerita bagi Anak di SD
Rancangan kegiatan bercerita, dibicarakan rancangan persiapan guru, rancangan pelaksanaan kegiatan, dan rancangan penilaian.
1)            Rancangan persiapan pengajaran dengan metode bercerita
Persiapan yang dilakukan untuk merancang kegiatan bercerita ada tiga, yaitu: (1) Menetapkan tujuan atau tema yang dipilih. (2) Menetapkan rancangan bentuk bercerita yang dipilih, dam (3) Menetapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.
a)   Menetapkan tujuan dan tema yang dipilih
Langkah pertama yang dilakukan dalam menetapkan tujuan dan tema sebagaimana yang telah dikemukakan tujuan pengunaan metode bercerita terutama dalam rangka memberi pengalaman belajar melalui cerita guru untuk mencapai tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran melalui bercerita ada dua macam, yakni memberi informasi atau menanam nilai-nilai sosial, moral atau keagamaan. Misalnya, kita menetapkan rancangan tujuan menanamkan nilai-nilai. Dalam menetapkan tujuan pengarang itu, harus dikaitkan dengan tema yang dipilih. Tema itu harus ada kedekatan hubungan dengan kehidupan anak di dalam keluarga, sekolah atau di luar sekolah. Tema itu harus menarik.
Dalam hal ini, menetapkan rancangan seperti berikut ini.
Tujuan  :   Menanamkan kepekaan dan ketanggapan terhadap penderitaan orang lain, suka menolong dan cinta terhadap orang lain.
Tema     :   Bencana banjir
Setelah menetapkan tema cerita yang dipilih. Kemudian mempelajari isi cerita yang akan dituturkan, selanjutnya guru masih harus memvisualisasikan seluruh rincian cerita. Visualisasi meliputi tata lingkungan, pakaian karakteristik fisik masing-masing perwatakan pemegang peran dalam cerita.
b)  Menetapkan rancangan bentuk bercerita yang dipilih
Menetapkan rancangan tujuan dan tema, yakni pekat dan tanggap terhadap penderitaan orang lain, suka menolong dan cinta terhdap orang lain dengan tema. Bencana Banjir, langkah selanjutnya memilih salah satu diantara bentuk-bentuk bercerita antara lain: Bercerita tentang banjir dengan menggunakan ilustrasi gambar, membaca cerita dengan rencana banjir dengan menggunakan ilustrasi gambar. Dalam hal ini peneliti memilih dua bentuk bercerita, yaitu:
(1)    Bercerita tentang bencana banjir dengan menggunakan ilustrasi gambar, yaitu kegiatan bercerita yang dilakukan dengan menggunakan ilustrasi gambar. Dalam bercerita tentang bencana banjir, berusaha menimbulkan suasana emosional keadaan banjir itu dengan menggunakan alat bantu gambar, misalnya: rumah yang terendam banjir, sekolah yang terendam banjir, pengungsi yang tinggal di tenda-tenda dan sebagainya. Anak diingatkan tentang bahya listrik, air kotor, hanyut, penyakit-penyakit yang mengancam seperti diare, agar anak mengerti dari bahaya banjir bagi dirinya.
(2)    Bercerita tentang bencana banjir dengan membaca cerita dan majalah/buku, seperti menceritakan sebuah keluarga yang rumahnya terkena banjir, anak-anak tidak dapat bersekolah, bapak tidak dapat pergi kekantor, ibu tidak dapat memasak, ayam, anjing, kucing, sapi semua mati kedinginan, dan seisi rumah kelaparan, kemudian datang bantuan dari orang-orang yang berbaik hati, karena orang itu peka dan tanggap terhadap penderitaan orang lain.
c)       Menetapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.
Sesuai dengan bentuk cerita yang akan dituturkan, ada tiga macam bentuk bercerita. Dalam hal ini, peneliti menggunakan dua bentuk yang dipilih, yaitu bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dan bercerita dengan menggunakan buku atau majalah. Oleh karena itu, dipersiapkan rancangan gambar peristiwa banjir, misalnya ilustrasi rumah penduduk yng terkena banjir orang tua dan anak-anak tinggal di tenda-tenda, sekolah mereka yang terendam air. Untuk bentuk bercerita dengan menggunakan buku/majalah, maka yang harus dipersiapkan adalah gambar dalam buku pada waktu bercerita.
d)       Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita
Sesuai dengan tema cerita, ditetapkan enam langkah sebagai berikut ini:
(1)    Mengomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada anak. Tujuan bercerita sebagaimana telah ditetapkan adalah untuk menanamkan dan tanggap terhadap penderitaan orang lain. Tema yang dipilih yaitu, bencana alam.
(2)    Mengatur tempat duduk anak, kemudian mengatur bahan dan alat yang dipergunakan sebagai alat bantu bercerita sesuai dengan bercerita yang dipilih.
(3)    Merupakan pembukuan kegiatan bercerita. Guru menggali pengalaman-pengalan anak dalam kaitannya dengan peristiwa banjir agar anak dapat melihat relevansinya dengan ilustrasi.
(4)    Merupakan pengembangan cerita yang dituturkan guru. Guru mennyajikan fakta-fakta disekitar kehidupan anak tentang bencana banjir yang melanda beberapa daerah melalui ilustrasi gsmbar.
(5)    Bila guru  mennyajikan langkah ketiga dan keempat secara lancar, maka guru menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat mengantarkan perasaan anak dengan cara memberikan gambaran anal-anak yang bernasib baik yang terhindar dari bencana banjir (ilustrasi)
(6)    Merupakan langkah penutup kegiatan bercerita dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaiatan dengan isi cerita dalam gambar dan apa yang dapat kita lakukan untuk membantu para korban banjir.
4.      Narasi
a.             Pengertian Narasi
Narasi adalah suatu peristiwa atau kejadian. Narasi sama diartikan dengan cerita. Karangan narasi adalah wancana yang berkisah dengan menjalin beberapa rangkaian peristiwa (Keraf, 1981:140). Wacana ini berusaha mennyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya, dengan maksud memberikan arti kepada sebuah kejadian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmahnya  dari cerita itu. Dengan kata lain, wacna semacam ini hendak memenuhi keinginan pembaca yang selalu bertanya-tanya. “Apa yang terjadi ?” pernyataan peristiwa didasarkan atas urutan waktu (kronologis).
Selanjutnya, (Ambo Enre dkk, 1994.90) mengatakan bahwa narasi adalah karangan yang bersifat subyektif. Isinya bergantung pada selera pengarang. Maksudnya, sekalipun karangan itu bersumber dari suatu kenyataan, misalnya biografi, namun materi cerita dan penyusunannya tidak lepas dari keinginan pengaraang.
Wacana narasi dapat berisi fakta yang benar-benar terjadi, dapat pula berisi sesuatu yang khayali. Wacana narasi yang berupa fakta misalnya otobiogrfi atau biografi seseorang tokoh terkenal. Isi wacana itu benar-benar nyata atau berdasarkan fakta sejarah yang tidak dibuat-buaat namun, cerpen, novel, roman, hikayat, drama, dongeng, dan lain-lain digolongkan wacana narasi yang khayali, karena disusun atas dasar imajinasi seseorang pengarang, sebenarnya cerita itu sendiri tidak perna terjadi.
Selain apa yang telah disebutkan di atas, mesti ada beberapa bentuk lain yang termasuk wacana narasi faktual, yaitu (1) anekdot, yaitu suatu narasi singkat yang biasanya digunakan untuk menujukkan sifat yng khas yang mencolok dari seseorang atau masyarakat. (2) laporan perjalanan, yaitu cerita tentang peristiwa perjalanan disertai pelukisan kedaan kota, daerah atau pemandangan, dan (3) pengalaman persoalan, yaitu cerita tentang kejadian yang pernah dialami oleh seseorang.
Dalam wacana narasi sering terlihat ada dialog tokoh-tokoh ceritanya, di samping uraian biasa. Dengan dialog, cerita memang terasa lebih hidup dan menarik sehingga lebih dapat  mengasyikkan  bagi pembaca. Lukisan watak, pribadi, kecerdasan sikap, dan tingkat pendidikan tokoh dalam cerita yang disunguhkan sering dapat lebih tepat dan mengenah apabila ditampilkan lewat dialog-dialog. Tokoh yang kejam, buta huruf atau lemah lembut yang sangat penyatuan akan lebih hidup apabila diceritakan dalam bentuk ercakapan, daripada dibicarakan dengan uraian biasa.
Dengan demikian, karangat narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasran utamanya adalah tindakan-tindakan yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Selain itu, karangan narasi adalah karangan yang bersifat subjektif yang isinya bergantung kepada selera pengarang.
b.             Jenis-jenis Narasi
Keraf (1981:141) mengemukakan beberapa jenis narasi anatara lain autobiografi dan biografi, anekdot dan insiden sketsa, dan profil. Untuk memahami jenis narasi tersebut, dapat dilihat pada uraian berikut ini.

1)            Autobiografi dan Biografi
Pengertian autobiografi dan biografi sudah sering diungkapkan. Perbedaannya terletak dalam masalah naratornya (pengisahnya),  yaitu siapa yang bekisah dalam bentuk wacana ini. Pengisah dalam autobiografi adalah tokohnya sendiri, sedangkan pengisah dalan biografi adalah orang lain. Namun, keduanya mempunyai kesamaan, yaitu menyampaikan kisah yang menarik mengenai kehidupan dan pengalaman-pengalaman.
Karena bentuk wacana ini mengisahkan pengalaman-pengalaman dan kehidupan pribadi seseorang, pola umumnya yang dikembangkan adalah riwayat hidup pribadi seseorang, urutan-urutan peristiwa atau tindak-tanduk yang mempunyai kaitan dengan kehidupan seorang tokoh. Sasaran utama autobiografi dan biografi adalah menyanjikan atau mengumukakan peristiwa-peristiwa yang dramatis daan berusaha menarik manfaat dari seluruh pengalaman pribadi yang kaya raya bagi pembeca dan anggota masyarakat lainnya.
Karena autobiografi dan biografi mengisahkan suka duka dan pengalaman seseorang secara faktual, maka dapat dijamin keautentikan dan  citarasa kehidupan yang sesungguhnya, terutama yang menyangkut perincian lingkungan yang nyata sebagaimana dikemukakan pengarang. Terlepas dari wujud dramatik dan sat-sat tegang yang dihadapi sang tokoh, riwayat hidup biasanya dijalanin dengan rangkaian secara manis, langsung, dan sederhana, serta tata cam menceritakannya juga menarik perhatian pembaca.
2)            Anekdot dan Insiden
Anekdot adalah cerita pendek yang bertujuan menyampaikan karakteristik yang menarik atau aneh mengenai seseorang atau suatu hal lain. Anekdot yang menjadi bagian dari narasi yang lebih luas sama sekali tidak menunjang gerak umum dan narasi namun, perhatian sentral yang dibuatnya dapat menambali daya tarik bagi latar belakang dan suasana secara keseluruhan.
Insiden sebaliknya memiliki karakter yang lebih bebas. anekdot daya tariknya terletak pada karakter-karakter yang khas dan hidup-hidup yang menjelaskan perbuatan atau kejadian itu sendiri. Sesuatu yang diceritakan biasanya menyaksikan.
3)            Sketsa
Sketsa adalah suatu bentuk wacana yang singkat yang selalu dikategorikan dalam tulisan naratif, walaupun kenyataannya unsur perbuatan atau tindakan yang berlangsung dalam suatu unit waktu itu tidak menonjol atau kurang sekali diungkapkan. Sketsa dikembangkan dengan mempergunakan detail-detail yang terpilih berdasarkan suatu karangan perbuatan naratif.

4)            Profil
Profil pertama-tama bukan suatu bentuk narasi murni. Bentuk  wacana ini adalah suatu wacana modern yang berusaha mengabungkan narasi, deskripsi, dan eksposisi yang dijalin dalam bermacam-macam proporsi.
Bagaimana yang terpenting yang dimasukkan ke dalam sebuah profil adalah sebuah sketsa karakter yang disusun sedemikian rupa untuk mengembankan subjeknya. Penggarapannya tidak dibuat gesa-gesa, tetapi membuat kesan seolah-olah dibuat seenaknya. Penggarapannya dilakukan secara cermat berdasarkan kerangka yang telah di susun.
Berdasarkan jenis-jenis narasi di atas dapat di kemukakan unsur-unsur sebuah narasi. Unsur-unsur narasi menurut Keraf (1981:145) sebagai berikut.
a)       Alur, yakni rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam narasi itu yang berusaha memulihkan situasi narasi ke dalam suatu situasi yang seimbang dan harmonis.
b)       bagian pendahuluan, yakni bagian yang menyajikan situasi dasar, memungkinkan pembaca memahami adegan-adegan selanjutnya. Oleh karena itu, bagian ini sering disebut eksposisi. Bagian pendahuluan menentukan daya tarik dan selera pembaca terhadap  bagian-bagian berikutnya. Bagian pendahuluan harus merupakan seni tersendiri.
c)        yang berusaha menjaring minat dan perhatian pembaca.
d)       Bagian perkembangan. Perkembangan tentu saja terjadi pertikaian sebagai akibat logis dan situasi awal yang mengandung faktor-faktor peledak. Dari pertikaian timbul penggawatan yang menyiapkan jalan untuk mencapai puncak dari seluruh narasi.
e)       Bagian penutup, merupakan bagian terakhir dari suatu narasi atau disebut juga peleraian dalam bagaian ini di komplikasi akhirnya dapat diatasi dan di selesaikan. Namun, tidak selalu terjadi bahwa bagian peleraian betul-betul memecahkan masalah yang dihadapi.    
Selanjutnya, Nugriyantoro (1994:22)  yang mengemukakan bahwa sebuah karya fiksi yang jadi merupakan sebuah bangun cerita yang menampilkan dunia yang disengaja dikreasikan pengarang. Wujud formal fiksi itu sendiri hanya berupa kata dan kata-kata. Adapun unsur fiksi menurut Nurgiyantoro (1994:23-26), sebagai berikut:
1)            Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang menbangun karya sastra itu sendiri . unsur yang dimaksud, seperti: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa selanjutnya.unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi tidak secarah langsung mempengaruhi bangunan  atau sistem organisme karya sastra. Unsur yang menbangun sebuah fiksi, seperti: keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan menpengaruhi karya yang ditulisnya, bigrafi, psikologi, dan sebagainya
2)            Fakta, Tema, Sarana Cerita       
Fakta sebuah sebua cerita meliputi karakter, plot dan setting. Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya dalam sebuah karya sastra. Tema adalah suatu yang menjadi dasar cerita, ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta kasih, rindu takut, maut, religius, dan sebagainya. Dalam hal tertentu sering tema disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita. Sararan cerita adalah teknik yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita menjadi pola yang bermakna. Tujuan penggunaan sarana kesastraan adalah untuk memungkinkan pembaca melihat fakta sebagaimana yang ditafsirkan pengarang, menafsirkan makna fakata sebagaimana yang ditafsirkan pengarang, dan merasakan penalaan seperti yang dirasakan pengarang.
3)     Cerita dan Wacana
Cerita merupakan isi dari ekspresif naratif seangkan wacana merupakan bentuk dari suatu yang diekspresikan. Ceriita terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaannya, eksistensinya. Peristiwa itu sendiri dapat berupa tindakan, aksi, peristiwa yang berupa tindakan manusia. Sebaliknya, wacana merupakan sarana untuk mengungkapkan isi. Dengan kata lain, cara melukiskan sesuatu.
B.            Kerangka Pikir
Pembelajran bahasa Indonesia sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuntut murid harus mampu memahami isi cerita. Cerita merupakan yang berbentuk prosa yang singkat padat yang unsur ceritanya berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah tokoh dan pengembangan perilakunya terbatas dan keseluruhan cerita memberikan kesan tunggal.
Cerita atau narasi terdiri atas autobiografi dan biografi, anekdot, dan insiden, sketsa, dan profil. Salah satu bentuk narasi atau cerita yang menjadi materi dalam penelitian ini yaitu anekdot. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ditetapkan anekdot sebagai narasi untuk menjadikan materi pembelajaran. Anekdot dijadikan sebagai materi karena mengandung pesan dan nilai moral dibandingkan dengan narasi lain.
Untuk menggunakapkan keefektifan teknik bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, maka penelitian ini dirancang peneliti yang melibatkan dua tahap penelitian, yaitu tahap pretes (sebelum menggunakan teknik bercerita) dan tahap postes (setelah mengunakan teknik bercerita). Jadi, pelaksanaannya dilakukan dengan terlebih dahulu menugasi murid memahami isi narasi untuk mengetahui kemampuan awal murid, lain menerapkan teknik bercerita sebagaia wujud postes yang tujuannya mengetahui kemampuan murid dengan menggunakan metode bercerita.
Berdasarkan pelaksanaan tersebut selanjutnya dilakukan kegiatan analisis. Hasil analisis tersebut sebagai sarana untu menarik kesimpulan penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam bangan kerangka pikir berikut ini.













Simpulan
Keefektifan teknik bercerita
Cerita/Narasi
KTSP
Pembelajaran bahasa Indonesia
                                               


Menggunakan  teknik bercerita dalam pembelajaran narasi

 

















Bagang Kerangka Pikir
C.           Hipotesis
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, kajian pustaka, maupun kerangka pikir dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut: teknik bercerita secara efektif dapat meningkatkan kemmpuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng .















BAB III
METODE PENELITIAN
A.           Variabel dan Desai Penelitian
1.             Variabel Penelitian
Peningkatan keefektifan bercerita dalam memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu kabupaten Bantaeng.
2.             Desai Penelitian
Desain atau model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kuantitatif. Dalam memperoleh data penulis menggunakan instrumen berupa tes esai sebanyak 5 butir soal, tes pertama diberikan setelah siswa membaca cerita narasi, tes ke dua diberikan setelah melakukan teknik bercerita. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dalam bentuk persentase.
B.            Definisi Operasional Variabel
Keefektifan teknik bercerita adalah kesesuaian dengan materi dan karakteristik murid sehingga dapat pengaruh positif terhadap pembelajaran memahami narasi. Kemampuan memahami cerita yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah tingkat pemahaman, penguasaan, dan pengetahuan murid dalam menafsirkan dan terhadap cerita yang meliputi tema, alur, latar, penokohan, pesan/amanat, serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
C.           Populasi sampel
1.             Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng yang berjumlah 20 orang. Untuk lebih jelasnya, keadaan populasi dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Keadaan Populasi
No
Kelas
Jumlah
1.
V
20 Orang

Jumlah
20 Orang 
Sumber : Wali Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng.
2.             Sampel
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling, artinya penentuan sampel dilakukan dengan mengambil keseluruhan populasi. Jadi, sampel penelitian ini ditetapkan sebanyak 20 orang.



D.           Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah teknik tes. Tes berbentuk esai sebanyak 5 butir soal yang dikerjakan selama. Dalam pelaksanaan di kelas, pertama-tama guru/peneliti memberikan tes awal kepada murid dengan menggunakan teknik yang lazim diterapkan oleh guru. Selanjutnya, menerapkan teknik bercerita (treatmen) yang bertujuan mengukur keefektifan teknik yang digunakan dalam penelitian ini.
Langkah-langkah pengumpulan data dalam meneliti adalah:
1.   Peneliti memberi tes setelah siswa membaca teks cerita narasi dan setelah melakukan teknik bercerita.
2.   Peneliti melakukan pembelajaran narasi dengan menerapkan teknik bercerita. Dalam pelaksanaannya, guru dan murid menceritakan cerita, setelah itu, murid menggali dan megapresiasi cerita.
3.   Memberikan skor hasil tes awal dan akhir.
4.   Pada akhirya, peneliti melakukan kegiatan analisis dengan menggunakan analisis deskriftif.
E.            Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul akan di analisis dengan menggunakan teknik statistik deskriftif. Adapun langkah-langkah menganalisis data sebagai berikut ini.
Hasil penelitian berupa bahan mentah yang diperoleh dari sampel diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik analisis raam persentase. Langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut ini.
1.        Membuat tabulasi skor siswa.
2.        Melakukan perhitungan persentase kemampuan tiap siswa dengan menggunakan rumus berikut ini.
Keterangan
P          =  Kemampuan Siswa
Fg        = Skor Perolehan
N         = Skor Maksimal
3.        Mengklasifikasi kemampuan siswa dengan menggunakan standar penilaian sebagai berikut ini.
Tabel 2. Klasifikasi Nilai Siswa
No
Perolehan Nilai
Frekuensi (f)
Persentase (%)

Nilai 6,5 ke atas
Nilai di bawah 6,5
...............
.................
...........
.............

Jumlah
................
...............
(Depdiknas,  2006)
BAB IV
DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.      Data Penelitian
Berdasarkan data penelitian ini dapat diuraikan dan dideskripsikan secara rinci hasil penelitian tentang keefektifan teknik bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Untuk mengetahui keefeketifan bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng tersebut, terlebih dahulu perlu diananlisis tentang (1) kemampuan memahami cerita narasi  murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum menggunakan teknik bercerita dan (2) kemamampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng setelah menggunakan teknik bercerita. Hasil penelitian tersebut merupakan hasil kuantitatif yang dinyatakan dengan angka.
Penyajian yang bertujuan mengungkap kemampuan siswa tersebut, dapat diamati pada analisis berikut ini yang dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu penyajian data sebelum menggunakan teknik bercerita dan data sesudah menggunakan teknik bercerita.
1.        Penyajian Data Keampuan Memahami cerita Narasi Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum Mengunakan Teknik bercerita.
Berdasarkan analisis data sebelum menggunakan teknik bercerita kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng dengan 20 orang (lihat lampiran 2), diperoleh gambaran yaitu tidak ada siswa yang mampu memperoleh skor 50 sebagai skor maksimal. Skor tertinggi hanya 49 yang diperoleh oleh 1 orang dan skor terendah adalah 25 yang diperoleh hanya 1 orang.
Berdasarkan hal tersebut, maka gambaran yang lebih jelas dan tersusun rapi mulai skor tertinggi menurun ke skor terendah yang diperoleh siswa beserta frekuensinya dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Selain itu, pada tabel 3  berikut ini dipaparkan data secara umum tentang distribusi nilai, pada tabel 3 persentase kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum menggunakan teknik bercerita.
Tabel 3.    Distribusi Skor, Nilai, Frekuensi dan Persentase Kemampuan Memahami Cerita Narasi Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng Sebelum Menggunakan Teknik Bercerita
No
Skor Mentah
Nilai
Frekuensi
Persentase (%)
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
49
47
45
43
38
36
34
32
30
29
27
25
98
94
90
86
76
72
68
64
60
58
54
50
1
1
1
2
1
1
1
2
3
2
4
1
5
5
5
10
5
5
5
10
15
10
20
5
JUMLAH

20
100

   Berdasarkan tabel  tersebut tampak bahwa perolehan nilai siswa berada pada rentang nilai 50 sampai 98 dari rentang 10 sampai 100 yang kemungkinan dapat diperoleh siswa. Berdasarkan perolehan skor, nila, beserta frekuensinya dapat diketahui tingkat kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borong Kapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum menggunakan teknik bercerita. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel 4 berikut ini!
Tabel 4. Klasifikasi Nilai Siswa
No
Perolehan Nilai
Frekuensi (f)
Persentase (%)
1
2
Nilai 6,5 ke atas
Nilai di bawah 6,5
8
12
40
60

Jumlah
20
100
(Depdiknas,  2006)
Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat diketahui bahwa frekuensi dan persentase nilai kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum menggunakan teknik bercerita, yaitu siswa yang mendapat 65 ke atas sebanyak 8 orang (40 %) dari jumlah sampel, sedangkan siswa yang medapat nilai di bawah 65 sebanyak 12 orang (60 %) dari jumlah sampel. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum menggunakan teknik bercerita belum memadai karena nilai yang mencapai kriteria yang ditetapkan sebagai kriteria kemampuan siswa, yaitu hanya mencapai 60 % atau sebanyak 20 siswa.
2.        Penyajian Data Kemampuan Memahami Cerita Narasi Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng Setelah Menggunakan Teknik Bercerita.
Berdasarkan analisis data setelah menggunakan teknik bercerita kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng dengan 20 orang (lihat lampiran 3), diperoleh gambaran, yaitu ada 2 siswa yang mampu memperoleh skor 50 sebagai skor maksimal dan skor terendah adalah  35 yang diperoleh oleh 1 orang.
Berdasarkan hal tersebut, maka gambaran yang lebih jelas dan tersusun rapi mulai skor tertinggi menurung ke skor terendah yang diperoleh siswa beserta frekuensi dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Selain itu, pada tabel 5 berikut ini dipaparkan data secara umum tentang distribusi nilai, frekuensi dan persentase kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng setelah menggunakan teknik bercerita.
Tabel 5.    Distribusi Skor, Nilai, Frekuensi dan Persentase Kemampuan Memahami Cerita Narasi Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng Setelah Menggunakan Teknik Bercerita.
No
Skor Maksimal
Nilai
Frekuensi
Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
50
49
45
43
38
36
34
32
30
29
27
25
100
98
90
86
76
72
68
64
60
58
54
50
2
1
1
3
2
2
1
2
1
2
2
1
10
5
5
15
10
10
5
10
5
10
10
5
JUMLAH

20
100
Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi dan prensentase nilai kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum menggunakan teknik bercerita, yaitu siswa mendapat nilai 65 ke atas sebanyak 12 orang (40 %) dari jumlah sampel, sedangkan siswa yang mendapat nilai di bawah 65 sebanyak 8 orang (60%) dari jumlah sampel. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng sebelum menggunakan teknik bercerita belum memadai karena nilai yang mencapai kriteria yang ditetapkan sebagai kriteria kemampuan siswa, yaitu hanya mencapai 60 % atau sebanyak 12 orang.
3.        Penyajian Data Kemampuan Memahami Cerita Narasi Murid Kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng Setelah Menggunakan Teknik Bercerita
Berdasarkan analisi data setelah menggunakan teknik bercerita murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng dengan 20 orang (lihat lampiran 3), diperoleh gambaran, yaitu ada 2 siswa yang mampu memperoleh skor  50 sebagai skor maksimal dan skor terendah adalah 35 yang diperoleh oleh 1 orang
Berdasarkan hal tersebut, maka gambaran yang lebih jelas dan tersusun rapi mulai skor tertinggi menurun ke skor terendah yang diperoleh siswa beserta frekuensinya dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini. Selain itu, pada tabel 5
Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa perolehan nilai siswa berada pada rentang nilai 65 sampai 100 yang rentang 10 sampai 100 yang kemungkinan dapat diperoleh siswa. Berdasarkan perolehan skor, nilai beserta frekuensinya dapat diketahui tingkat kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng setelah menggunakan teknik bercerita. Untuk lebih jelasnya, perhatikn tabel 6 berikut ini!
Tabel 6. Klasifikasi Nilai Siswa
No
Perolehan Nilai
Frekuensi (f)
Persentase (%)

Nilai 6,5 ke atas
Nilai di bawah 6,5
20
0
100
0

Jumlah
20
100
(Adaftasi dari Depdiknas,  2006)
Berdasarkan tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi dan persentase nilai kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng setelah menggunakan teknik bercerta, yaitu siswa mendapatkan nilai 65 ke atas sebanyak 20 orang (100%) dari jumlah sampel dan tidak ada siswa yang mendapat nilai di bawah 65 (0%) dari jumlah sampel. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng menggunakan teknik bercerita memadai karena semua siswa memperoleh nilai 65 ke atas. Hal ini berarti perolehan nilai semua siswa mencapai kriteria yang ditetapkan sebagai kriteria kemampuan siswa, yaitu mencapai 100% atau sebanyak 20 siswa.
Hipotesis yang diuji dengan tes signifikansi yaitu teknik bercerita efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Dalam penelitian ini, terungkap bahwa nilai kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng yang menggunakan teknik bercerita lebih baik dibandingkan dengan nilai siswa yang tidak menggunakan teknik bercerita.
B.       Pembahasan
Dapat diketahui bahwa frekuensi dan persentase kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng setelah siswa membaca teks cerita narasi, yaitu siswa yang mendapat 6,5 ke atas sebanyak 12 orang (60%) dari jumlah sampel, sedangkan siswa yang mendapat nilai di bawah 6,5 sebanyak 8 orang (40%) dari jumlah sampel. Hal tersebut menunjukkan bahwa perolehan nilai murid 6,5 ke atas tidak mencapai standar yang ditetapkan oleh  sekolah dan SKBM sekolah yang menunjukkan pencapaian 85%. Sementara, tingkat persentase keberhasilan hanya mencapai 60 % atau sebanyak 20 murid.
Dapat diketahui bahwa frekuesi dan persentase kemampuan memahami cerita narasi murid setelah menggunakan teknik bercerita dikategorikan memadai. Dapat dinyatakan bahwa persentase nilai kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng setelah menggunakan teknik bercerita, yaitu siswa yang mendapat nilai 6,5 ke atas sebanyak 20 orang (100%) dari jumlah sampel. Dan tidak ada siswa yang mendapat 65 ke bawah (0%) dari jumlah sampel. Hal yersebut menunjukkan bahwa perolehan nilai murid 6,5 ke atas mencapai standar yang ditetapkan oleh sekolah dan SKBM sekolah yang menuntut pencapaian 85%. Tingkat persentase keberhasilan tersebut dicapai oleh murid, yaitu semua murid (20) memperoleh nilai 65 keatas (100%).










BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.      SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan tentang keefektifan teknik bercerita dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik bercerita efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita narasi murid kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng. Hal ini tampak pada nilai yang diperoleh siswa sebelum menggunakan teknik bercerita yang tidak mencapai standar keberhasilan belajar, yaitu hanya mencapai 60% atau sebanyak 12 murid yang mendapat nilai 65 ke atas. Selanjutnya, setelah menggunakan teknik bercerita, kemampuan murid memahami cerita narasi dikategorikan memadai dengan semua murid mampu meperoleh nilai di atas 65 100% atau   sebanyak 20 orang.
B.       SARAN
Berdasarkan kesimpulan di 2 atas, diajukan saran sebagai berikut:
1.             Hendaknya pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas V SD Inpres Borongkapala Kecamatan Tompobulu Kabpaten Bantaeng lebih ditingkatkan  dengan selalu memberikan pelatihan  kepada siswa dalam memahami cerita narasi.
2.             Guru hendaknya menggunakan teknik bercerita dalam pembelajaran memahami cerita narasi dan materi lain karena teknik bercerita dapat membantu siswa memahami pelajar.

















DAFTAR PUSTAKA
Ambo Enre, Fakruddin 1994. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Ujung Pandang : Badang penerbit IKIP Ujung Pandang.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbut. 2002. Kabus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Balai Pustaka.
Dhieni, dkk. 2006. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: UT.
Djamarah Syaiful Bahri dan Zain aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Rika Cipta.
Hastuti, Nurdin. 2002. “ Pengaruh Metode Cerama Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas II SMU Negeri 20 Ujung Pandang”. Skripsi. Makassar: Fakultas sastra dan Seni Universitas Negeri Makassar.
Keraf, Gorys. 1981. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pystaka Utama.
Keridaklaksana, Hariurti. 1993. Kamus Linguistik edisi ketiga: PT. Gramedia Universitas Press.
Ramli, Ermy. 2006. “Keefektipan penerapan teknik bercerita dalam meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia Siswa kelas VI SDI Lipukassi Kabupaten Barru” skripsi. Makassar FBS UNM.
Saliwangi, Basenang. 1989. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Malang.: IKIP Malang.
Simanjuntak. 1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.
Shadly, Hasan, dkk. 1980. Ensiklopedia Bahasa Indonesia. Jakarta: Ictiar Baru.
Sudjana, Nana. 1995. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Waluyo, Herman. 1992. Penelitian Pendiakartdikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Previous
Next Post »

2 komentar

Click here for komentar
Unknown
admin
24 Agustus 2013 pukul 21.41 ×

trmksh tulisannya,,,bs mnta nama penulis,kota terbit, penerbit, tahun terbit skripsi yang diposkan?trmksh

Reply
avatar
naswaralos
admin
27 November 2015 pukul 05.51 ×

BISA
NAMA : NASWAR, S.Pd
Tahun Terbit 2010
makasi

Reply
avatar